Para guru mengeluhkan bahwa anak muridnya kebanyakan belum bisa mengaji. Ditambah lagi, dari depag ada peraturan baru, yaitu untuk kenaiakan tingkat dari kelas tujuh ke kelas delapan mereka harus sudah ‘bisa’ mengaji. Kami diminta mengajar seminggu sekali, tepatnya setiap hari kamis pukul dua sore.
Awal ketika kami tes, murid-murid bilanganya secara serentak bisa, katanya. Tetapi begitu diminta untuk membaca ayat yang kami tunjukan, hanya beberapa saja yang bacaanya sudah baik dan benar, selebihnya masih banyak yang salah. Inilah fenomena saat ini, sudah usia di atas 12 tahun belum bisa mengaji.
Miris memang, tetapi sebagai kakak, pembimbing, guru atau orangtua, maka tugas kita yaitu terus mengajari mereka sampai betul-betul bisa membaca alquran. Agar adik-adik ini pintar dan cepat bisa, maka kegiatan mengaji ini harus dilakukan setiap hari (pembiasaan). Usahakan waktunya sehabis shalat magrib, karena waktu menjelang Isya ini cukup pendek, atau jika tidak bisa silakan cari waktu yang enakanya kapan saja.
Metode pembiasaan merupakan cara tercepat untuk mengingat dan mengenal huruf. Sehingga akan cepat dan mudah untuk membaca alquran dengan baik dan benar. Proses ini sudah terbukti dan digunakan tempat pengajian kampung-kampung. Meski yang dipelajari hanya sedikit, tetapi karena terus diulang akhirnya cepat bisa.
Lain halnya dengan hanya seminggu sekali, tentu akan lebih sulit. Selain lambat, pelajaran yang ditangkap juga menjadi faktornya. Bahkan, pelajaran yang sudah ia dapatkan di minggu kamarin akan lupa ketika berjumpa di pertemuan hari ini. Belum lagi ditambah dengan rasa malas, hal itu semakin menambah daftar kesulitan yang dijalani.
Dua Metode
Dalam ‘belajar ngaji’ ada dua metode yang digunakan. Keduanya sudah terbukti ampuh dan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bukan kekeurangan lebih tepatnya, tetapi lebih didasarkan kepada sifat ‘malas’nya orang zaman sekarang. Toh metode itu sudah betul-betul ampuh dan teruji.
Pertama, Metode Baghdadiyah. Metode ini menggunakan buku sendiri, bentuknya tipis terdiri dari pengenalan huruf (tanpa syakl), kemudian huruf berharokat pisah-pisah, setelah itu baru huruf berharokat dan bersambung, dan biasanya kalau sudah melewati tahap tersebut langsung ke juz amma.
Metode ini lebih menitikberatkan kepada metode eja. Metode yang menyebutkan huruf dan sekaligus harokatnya (tanda bacanya) ini, terbukti lebih sulit, kata orang zaman sekarang. Tetapi, dari unsur pengenalan huruf, jenis dan bentuknya lebih melekat kuat dalam ingatan. Tak hanya itu, pelajaran tajwid dan panjang pendek bacaan pun bisa mudah dimengerti.
Meskipun pelajaran tajwid itu ada waktunya sendiri waktunya. Bahkan ‘parukunan’ (belajar sholat) itu juga ada waktunya sendiri. Biasanya langsung dipimpin oleh guru ngaji dan diikuti oleh santri-santrinya.
Setiap murid yang sudah dianggap lancar, baik dan benar bacaanya akan mengajari yang belum bisa, setelah semuanya selesai mengaji maka giliran dirinya yang mengaji ke guru ngaji. Ia betul-betul lulus kalau sudah selesai khatam satu alquran, atau 30 juz. Pengesahan itu diberikan oleh guru ngaji sendiri, bukan oleh dirinya sendiri.
Kedua, Metode Iqra. Metode ini diperkenalkan oleh tim dari MM-Yogyakarta. Metode ini menggunakan jenjang bertahap, dari tahap satu hingga tahap enam. Tiap-tiap tahapan memiliki tolak ukur yang jelas, ada penilaian indicator yang jelas.
Siapa yang belajar iqra pasti akan lebih cepat bisa membaca, tapi kelemahannya ialah pengenalan hurufnya kurang kuat. Kebanyakan orang yang sudah menyelesaikan iqra tahap enam, sudah merasa bisa membaca al-quran, sehingga ia enggan untuk melanjutkan ke tahap yang lebih tinggi, yaitu al-quran.
Apapun metodenya asalakan tekun dan terus mengulang pasti bisa. Begitu dianggap bisa, maka jangan pernah berhenti membaca alquran. Silakan cari guru yang lebih fasih dan lebih aqra' dalam membacanya. Pelajari juga Makharijul huruf, Shifatul huruf, Ahkamul huruf, Ahkamul maddi wal qasr, dan Ahkamul waqaf wal ibtida’.
Di tempat saya sendiri, motivasi anak untuk ‘ngaji’ khususnya usia menjelang dewasa (sudah masuk SLTP) sangat kurang. Hanya beberapa orang tua saja yang sadar dan peduli akan pentingnya pendidikan agama ini. Padahal ini adalah modal untuk mereka suatu hari nanti, terlebih untuk dirinya sendiri dan syukur bisa diajarkan kepada orang lain.
#YukNgaji…
Penulis : Amir Hamzah
Tidak ada komentar: