Salah satu yang membedakan antara Indonesia dan Tunisia adalah anjing.
Di Indonesia, karena mayoritas bermadzhab Syafi'i, yang menganggap anjing adalah najis, maka jarang ditemui anjing berkeliaran bebas.
Anjing diburu, dilempar batu, kalau perlu dibunuh karena berkeliaran di kawasan muslim.
Sementara di Tunis, yang mayoritas penduduknya bermadzhab Maliki, menganggap bahwa anjing itu suci, sehingga banyak yang memelihara dan membiarkannya bebas. Ia menjadi penjaga rumah dan dipelihara seperti halnya orang indonesia memelihara kucing.
Namun ada yang membedakan antara anjing di Indonesia dan anjing di Tunisia. Anjing di Indonesia galak-galak, melewati satu dua ekor anjing saja, kita perlu merapal doa-doa agar tidak digigit, plus membawa batu.
Di sini anjingnya jinak2. Meski berjalan melewati 10 ekor anjing sekalipun, biasa saja. Ia tidak menyalak, menggigit dan mengejar. Ternyata, anjing madzhab Syafi'i berbeda dengan anjing madzhab Maliki..he..he.
Saya tidak bermaksud memelihara anjing, tetapi menurut saya, Malikiyyah lebih "memanusiakan anjing", sehingga anjing pun menghormati manusia siapapun, bukan hanya tuannya.
Saya jadi teringat cerita Ashabul Kahfi dlm al-Qur'an (Surat al-Kahfi 9-26), yang tertidur lebih dari 300 th ditemani seekor anjing bernama Qitmir, ada pula hadis Rasulullah yang menceritakan seorang pelacur masuk surga gara2 memberi minum seekor anjing.
Mengapa harus anjing yang dijadikan sample dalam al-Qur'an dan Hadis, mengapa bukan binatang lainnya???? Jangan...jangan..
Menurut Maliki, air liurnya tidak najis, namun kalau dijilat memang harus dicuci 7 kali. Pencucian 7 kali tersebut karena ta'abbudi saja, menjalankan perintah Rasul, tapi bukan karena najisnya.
Ta'abbudi itu berarti kita menjalankan perintah Allah karena dasar ibadah dan tidak perlu dilogika.
Maka bagi Maliki, kewajiban mencuci 7 kali ketika dijilat anjing itu adalah ta'abbudi, tidak perlu dilogika dan diambil kesimpulan lain.
Sedangkan menurut Syafi'i, perintah membasuh 7 kali itu berarti ada sebabnya, yaitu najis, dan kalau air liurnya najis berarti seluruh badannya juga najis, karena air liur bercampur dengan darah dan menjadi daging dan bulu. Syafi'i pakai logika dalam hal ini, ta'aqquli atau illat al-ahkam.
diambil dari postingan Facebook Ust. Muh. Roy
Tidak ada komentar: