Dua amalan yang tidak bisa dilakukan malaikat adalah pertama, sedekah kepada fakir miskin dan dhuafa. Kedua, rintihan taubatnya manusia setelah berbuat dosa. Sementara Allah mengatakan dalam hadis qudsinya: ”Rintihan taubat hambaKu lebih aku sukai dibandingkan dengan dzikirnya alam semesta ini”.
Puasa merupakan ibadah yang bernilai vertikal, karena untuk Allah semata dan Allah yang akan membalasnya secara langsung, dan juga sekaligus bernilai horizontal, karena manusia dilatih untuk merasakan lapar dan dahaga secara langsung, sehinga mampu merasakan kondisi fakir miskin dan dhuafa. Nilai hakiki (main point) secara horizontal ibadah puasa, agar seorang muslim mempunyai kepedulian kepada fakir miskin dan dhuafa, dengan cara mensedekahkan sebagian hartanya kepada mustadh’afin tersebut.
Muhammad Zakariyya Kandahlawi, menyitir hadits Rasulullah yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya, yang pada intinya bahwa bulan Ramadlan dengan ritual puasanya berarti melatih berbuat kasih sayang terhadap orang-orang miskin dan kekurangan. Kasih sayang yang bersifat amaliyah, aplikatif, tidak hanya teoritis belaka, tetapi benar-benar menyayangi dengan cara memberikan sebagian harta yang dipunya dan disedekahkan kepada mereka.
Ketika semua umat Islam mampu memahami esensi puasa, yaitu menolong dan bersedekah kepada fakir miskin, maka pengentasan kemiskinan, akan berlangsung dalam kehidupan bermasyarakat, minimal di bulan Ramadhan ini. Semangat zakat dan sedekah umat Islam kalau dimanage dengan baik, benar, dan profesional, maka yakinlah dalam beberapa tahun ke depan, tidak ada lagi umat muslim yang fakir, miskin dan kekurangan. Hal ini karena potensi zakat dan sedekah umat Islam sangat luar biasa, hanya saja ini semua belum berjalan dengan baik. Zakat dan sedekah belum dikelola dengan managemen modern, terlebih lagi kesadaran berderma umat Islam masih sangat rendah.
Dengan semangat Ramadhan, diharapkan kita semua umat Islam tergugah hatinya untuk ikut mengentaskan kemiskinan dengan memperbanyak sedekah. Puasa harus mampu memberikan spirit menyayangi fakir, miskin dan mustad’afin dengan cara menyisihkan sebagian harta kita.
Berkaitan dengan ini, Abu Darda’, salah seorang sahabat Nabi memberikan nasehat yang direkam dalam kitab Lathaiful Ma’arif: ”Bershalatlah kamu dalam kegelapan malam dua rakaat untuk menentang kegelapan kubur. Berpuasalah kamu di hari yang sangat panas (Ramadhan) untuk menentang kepanasan di hari kebangkitan (mahsyar). Dan bersedekahlah kamu untuk melawan kesukaran dan kerumitan hari kiamat”.
Puasa yang telah kita lakukan, mudah-mudahan memberikan kecerdasan, bukan hanya spiritual dan emosional, tetapi juga kecerdasan sosial, dengan menjadikan kita manusia yang bisa meneladani para kekasih Allah yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab dari pernyataan Rasululaha bahwa ada lima ratus orang pilihan yang selalu menerima rahmat Allah disamping empat puluh kekasih Allah yang utama. Apabila salah satu diantara mereka meninggal, maka akan digantikan dengan orang lain. Para Shahabat bertanya tentang amalam khusus mereka, maka Rasulullah bersabda:”Mereka memaafkan orang-orang dhalim, berbuat baik kepada orang-orang yang melakukan maksiat, mencintai orang-orang awam, dan berbagi rizki dengan orang-orang miskin”.
Ust. M. Roy Purwanto
Tafakkur 1 Ramadlan.
Pertapaan Kawah Condrodimuko.
Tidak ada komentar: