Lihatlah bagaimana kerendahan hati dan tawadhu’nya Imam Asy Syafi’i saat berbeda pendapat dengan ulama lainnya :
رأيي صَوابٌ يَحتَمِلُ الخَطأ، و رأيُ غَيري خَطأ يَحتَمِلُ الصَّوابَ
“Pendapatku benar tetapi bisa jadi mengandung kesalahan, sedangkan pendapat anda salah tetapi bisa jadi memiliki kebenaran”
Sikap seperti yang dicontohkan oleh Imam Syafi’i ini hanya akan terjadi bila semua perbedaan pendapat didasari oleh rasa saling menghormati, menghargai, husnuzhon, ukhuwwah Islamiyyah dan kecintaan terhadap sesama muslim sebagaimana disebutkan Allah dalam Firman Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لا تحاسدوا ولا تَناجَشُوا ولا تباغضوا ولا تدابروا ولا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ,وكونوا عباد الله إخواناً. اَلْمُسْلِمُ أَخُو المسلمِ: لا يَظْلِمُهُ ولا يَخْذُلُهُ ولا يَكْذِبُهُ ولا يَحْقِرُهُ. اَلتَّقْوَى هَهُنا – يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاثَ مَرَّاتٍ- بِحَسْبِ امْرِيءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخاهُ الْمُسْلِمَ. كُلُّ الْمسلمِ عَلَى المسلمِ حَرامٌ: دَمُهُ وَمالُهُ وعِرْضُهُ
Namun jika landasannya adalah perasaan iri, dengki, merasa paling benar, paling berada di atas hujjah dan menutup pintu perbedaan ijtihad, maka yang terjadi selanjutnya seperti ucapan Al Mutanabbi berikut :
وليس يصح في الأفهام شيء إذا احتاج النهار الى دليل
Sifat ta’ashshub, merasa paling benar tak akan bisa melihat dengan jelas walaupun di siang hari yang terang benderang.
Yang lebih menyedihkan lagi adalah, saat seseorang telah dilabeli dengan predikat tertentu, mendadak sontak semua amal dan ilmunya dipandang tak bermanfaat dan tidak mau lagi mengambil apapun kebaikan darinya. Jika sudah seperti ini, maka musibah baru akan muncul menyusul musibah ta’ashub, yaitu musibah kebodohan karena telah menutup rapat-rapat pintu-pintu ilmu.
Apakah para ulama menolak untuk mengambil penjelasan tentang hadits-hadits Shahih Bukhari dari Kitab Fathul Bari karena Imam Ibnu Hajar Al Asqolany beraqidah Asy’ariyyah ?
Apakah para ulama menolak untuk mengambil penjelasan tentang hadits-hadits Shahih Muslim dari Kitab Syarah Shahih Muslim hanya karena mengetahui bahwa Imam Nawawi beraqidah Asy’ariyyah ?
Apakah para ulama menolak untuk menukil dari kitab Fathul Qadir karena Imam Asy Syaukani adalah Mufti Syi’ah Zaidiyyah ?
Apakah para ulama menolak untuk menukil dari kitab Tafsir Al Kasyaf karena Imam Zamahsyari adalah penganut paham Mu’tazilah ?
Apakah kitab Ihya’ Ulumiddin karya Imam Ghazali tidak lagi menjadi rujukan hanya karena beliau penganut tasawwuf ?
Apakah para ulama menolak untuk menukil hadit-hadits dan penjelasannya dari kitab Nailul Authar karena Imam Asy Syaukani adalah Mufti Syi’ah Zaidiyyah?
Apakah para ulama menolak untuk mengambil pendapat imam Syafi’i karena beliau tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan sholat karena lalai tetapi masih meyakini kewajibannya?
Syaikhul Islam Ibn Taymiyah menyatakan : “Tidak seorang pun di muka bumi ini yang lebih jujur dan lebih adil daripada kaum Khawarij (Minhaj as-Sunnah, juz 1 hal 15)
Imam Abu Dawud menegaskan : “Di muka bumi ini, tidak ada yang lebih shahih dibanding hadits kaum Khawarij.” (As-Sunnah wa Makanatuha fi at Tasyri’ al-Islami, hal 83)
Dr. Mustafa as-Siba’i : “Saya telah berusaha mencari data otentik untuk menguatkan asumsi bahwa kaum Khawarij mengarang hadits palsu. Tetapi, saya belum menemukan bukti itu. Saya malah menemukan data-data ilmiah yang menyatakan kebalikan asumsi tersebut” (As-Sunnah wa Makanatuha fi at Tasyri’ Al Islami, hal 83)
Dan masih banyak lagi yang tidak mungkin saya sebutkan di sini satu persatu
Perbedaan pendapat selama masih dalam ranah ijtihady seharusnya justru makin menambah luas wawasan keilmuan kita bukan malah membuat kita menutup pintu-pintu ilmu Allah. Wallahu A’lam.
Oleh : Ustadz Fuad Al Hazimi
Sumber : http://www.arrahmah.com/kajian-islam/perbedaan-pendapat-labelisasi.html#sthash.RBPq2fQZ.dpuf
Tidak ada komentar: